Dok. istimewa (10/1/2025) Kasus itu bermula pada Rabu (8/1), saat Hardi Do Dasim mendatangi kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) untuk memprotes kelangkaan minyak tanah dan dugaan pungli. |
Jakarta - Kepolisian Resor Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara, mengatakan bahwa kasus Kadisperindagkop Halbar Demisius Onasis Boky dan stafnya yang menganiaya seorang pendemo terkait kelangkaan minyak tanah, ditangani secara transparan, serta keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami tangani kasus yang melibatkan Kadisperindagkop Demisius Onasis Boky bersama seorang stafnya Rikson Boky secara transparan dan profesional, bahkan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Hardi Do Dasim. Kini keduanya mendekam di penjara," kata Kapolres Halbar, AKBP Erlichson Pasaribu dihubungi, Jumat (10/1).
Kasus itu bermula pada Rabu (8/1/2025), saat Hardi Do Dasim mendatangi kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) untuk memprotes kelangkaan minyak tanah dan dugaan pungutan liar (pungli).
Diduga protes tersebut memicu aksi pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Hardi. Insiden tersebut sempat direkam dan viral di media sosial, sehingga mendapat perhatian publik.
Kapolres Halmahera Barat menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan transparan dan profesional hingga kasus ini selesai.
Penetapan status tersangka diumumkan Kapolres Halbar, AKBP Erlichson Pasaribu, dalam konferensi pers pada Kamis (9/1).
Kasus ini ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan setelah penyidik menemukan bukti-bukti yang kuat dalam gelar perkara.
Selain itu, status kasus sudah pada tahap penyidikan, dan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan.
Hal itu setelah penyidik mengantongi lebih dari dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
"Tersangka disangkakan melanggar Pasal 170 ayat (1) subsider Pasal 351 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang pengeroyokan dan penganiayaan. Ancaman pidana untuk pengeroyokan adalah 5 hingga 6 tahun penjara, sementara untuk penganiayaan 2 hingga 3 tahun penjara," ujarnya.
Berkas perkara tahap pertama dijadwalkan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Halmahera Barat paling lambat pekan depan. (**)