Dok. Istimewa (2/1/2025) Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso: Baik, masalah mengenai barang bukti yang lain yang mungkin tidak disebutkan dalam surat dakwaan nanti kita periksa bersama-sama dengan pokok perkaranya dan kita lihat dari berita acara penyitaan dari tim penyidik. Demikian ya. |
Jakarta - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang telah mengadili Gregorius Ronald Tannur, Heru Hanindyo, meminta safe deposit box (SDB) yang disita penyidik dikembalikan. Heru mengatakan SDB itu disita secara paksa oleh penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI.
"Yang sebelumnya dan minggu lalu saya sudah menyampaikan bahwa yang berkaitan dengan SDB itu telah dilakukan penyitaan secara paksa oleh Jampidsus yang mana tadi dalam eksepsi disebutkan adalah yang digunakan dalam dakwaan adalah uangnya saja," kata Heru Hanindyo saat sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/1).
Heru mengatakan SDB itu merupakan peninggalan orang tuanya. Dia menuturkan SDB itu berisi ijazah satu keluarga, surat tanah, hingga perhiasan orang tuanya.
"Namun di dalam SDB tersebut adalah merupakan peninggalan orang tua waris terdiri dari ijazah satu keluarga, kemudian surat-surat tanah yaitu dari perolehan tahun 90 atau 80 sampai tahun 2022. Dan kemudian perhiasan orang tua, Yang Mulia, yang sampai saat ini tidak tahu di mana rimbanya," ujarnya.
Dia mengaku tak menerima berita acara penyitaan atas SDB tersebut. Dia memohon agar SDB itu dikembalikan.
"Kami pun setiap penggeledahan, berita acara penyitaan tidak diberikan kepada saya sebagai tersangka maupun terdakwa. Yang penting begini Yang Mulia, bahwa kami mohon bahwa itu adalah harta waris yang sampai saat ini kami tidak tahu dan saya sebagai anak laki-laki dan bersama dengan kakak saya bertanggungjawab terhadap harta waris tersebut," kata Heru.
"Mohon teman-teman dari penuntut umum yang saya hormati bisa memberikan untuk mengembalikan yang memang tidak digunakan dalam perkara ini antara lain ijazah, surat tanah dan perhiasan Yang Mulia karena kami pun tidak diberikan berita acara penyitaan termasuk yang di rumah Surabaya, rumah Tangerang, kemudian kantor dan SDB," tambahnya.
Ketua majelis hakim mengatakan terkait barang bukti yang tak disebutkan dalam surat dakwaan akan diperiksa dalam sidang pokok perkara ini. Hakim mengatakan akan mempertimbangkan permohonan Heru.
"Baik, masalah mengenai barang bukti yang lain yang mungkin tidak disebutkan dalam surat dakwaan nanti kita periksa bersama-sama dengan pokok perkaranya dan kita lihat dari berita acara penyitaan dari tim penyidik. Demikian ya," kata ketua majelis hakim Teguh Santoso.
"Sekiranya mungkin bisa dikembalikan hal-hal yang tidak memang disita karena kemarin demikian disampaikan, tapi kami tidak tahu karena tidak menerima berita acara tersebut," ujar Heru.
"Nanti kami pertimbangkan itu," kata ketua majelis hakim Teguh Santoso.
Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Tiga hakim nonaktif itu juga didakwa menerima gratifikasi.
Pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 24 Desember lalu. Ketiga hakim yang menjadi terdakwa ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Jaksa mengatakan Erintuah Damanik menerima gratifikasi dalam bentuk uang senilai Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25. Uang tersebut disimpan oleh Erintuah Damanik di rumah dan di apartemennya. Namun jaksa tak menjelaskan dari mana saja uang itu berasal.
"Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku hakim," ujar jaksa.
Heru Hanindyo juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Adapun uang yang diterima sebesar sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD 19.100, 100 ribu Yen, 6.000 Euro, serta uang tunai sebesar 21.715 Riyal.
Jaksa mengatakan Heru Hanindyo telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya selama bertugas sebagai hakim. Jaksa mengatakan uang itu disimpan dalam safe deposit box (SDB) di suatu bank dan di rumah Heru Hanindyo.
Hakim Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Rinciannya uang senilai Rp 21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000.
Jaksa mengatakan ketiga hakim nonaktif itu tidak melaporkan terkait penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Padahal, seharusnya, mereka melaporkan gratifikasi itu dalam rentang waktu 30 hari sejak menerima gratifikasi.
Selain itu, jaksa menyampaikan para terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jaksa menilai perbuatan para terdakwa dianggap sebagai suap lantaran berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas sebagai hakim.
Akibat perbuatannya, mereka didakwa Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (**)