Penjelasan Eks Menteri Hukum Dan HAM Yasonna Laoly Dicekal Ke Luar Negeri

Widget notif

Breaking news

Live
Loading...

Penjelasan Eks Menteri Hukum Dan HAM Yasonna Laoly Dicekal Ke Luar Negeri

Thursday, 26 December 2024

Dok. Istimewa (26/12/2024) Tindakan cegah itu dikeluarkan KPK pada 24 Desember 2024. 


Jakarta - KPK kini mencegah eks Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly karena membutuhkan keberadaannya di dalam negeri terkait pengusutan kasus Harun Masiku. Pekan lalu, KPK sempat memeriksa Yasonna terkait kasus ini.


"Tindakan larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas," kata jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Rabu (25/12).


Tessa mengatakan tindakan cegah itu dikeluarkan KPK pada 24 Desember 2024. Tessa mengatakan keputusan cegah itu berlaku selama 6 bulan.


"Bahwa pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 2 (dua) orang Warga Negara Indonesia, yaitu YHL dan HK," katanya.


Berkaitan dengan kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Hasto diduga terlibat dalam suap terhadap eks Komisioner KPU Wahya Setiawan terkait pergantian antar-waktu (PAW) Harun Masiku.


Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12), menyebut Hasto berupaya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat PAW. Dia mengatakan Hasto meminta MA memberi fatwa dan mengusahakan agar caleg yang harusnya masuk ke DPR lewat PAW, Riezky Aprilia, mau diganti dengan Harun Masiku.


"Bahkan surat undangan pelantikan Riezky ditahan oleh HK (Hasto Kristiyanto)," ujar Setyo.


Sepekan sebelumnya, Yasonna telah diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku ini. Yasonna diperiksa penyidik selama 7 jam.


Pemeriksaan kepada Yasonna dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12). Yasonna sedianya diperiksa pada Jumat (13/12), namun politikus PDIP itu meminta diundur.


"Saya yang minta dijadwalkan tanggal 18, karena saya ada kegiatan keluarga. Juga undangan saya terima satu hari sebelumnya," kata Yasonna.


Yasonna mulai diperiksa sekitar pukul 09.50 WIB. Yasonna selesai diperiksa dan keluar dari gedung KPK, Jakarta Selatan, pukul 16.46 WIB. Artinya, Yasonna diperiksa penyidik sekitar 7 jam lamanya.


Usai diperiksa itu, Yasonna mengungkap pertanyaan yang disampaikan penyidik. Pertama, dia mengaku ditanya terkait perannya sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan. Yasonna mengaku penyidik bertanya terkait permintaan fatwa yang diajukannya kepada Mahkamah Agung (MA).


"Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kami minta fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal," kata Yasonna di gedung KPK, usai diperiksa.


Yasonna mengatakan permintaan fatwa ke MA terkait posisi pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Dia menyebut ada perbedaan sudut pandang antara KPU dengan DPP PDIP. Dia menyebut pengajuan itu dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP.


"Inti pokoknya sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu ada tafsir yang berbeda setelah judicial review ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 dan DPP mengirimkan surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda," ujar Yasonna.


"Kita minta fatwa kepada Mahkamah Agung, Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," sambungnya.


Kedua, Yasonna juga dicecar mengenai kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM. Penyidik KPK mencecarnya terkait perlintasan Harun Masiku selama jadi buron.


"Kedua, kapasitas saya sebagai seorang menteri. Saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku," kata Yasonna.


Yasonna mengatakan dua hal itu ditanyakan KPK sesuai dengan kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan Perundangan terkait pengajuan fatwa ke MA. Serta posisinya sebagai Menteri Hukum dan HAM terkait riwayat perlintasan Harun Masiku. Yasonna mengapresiasi penyidik KPK yang dinilainya telah bekerja secara professional.


"Penyidik sangat profesional menanyakan posisi saya sebagai Ketua DPP, posisi saya sebagai Menteri Hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku," pungkas Yasonna. (**)