Dok. istimewa (9/9/2024) Dewas KPK memproses dugaan pelanggaran etik itu hingga menaikkan prosesnya ke sidang etik.
Jakarta - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dijatuhi sanksi etik atas kasus penyalahgunaan jabatan untuk mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan). Akibat perbuatannya itu, Nurul Ghufron memperoleh sanksi potongan gaji 20%.
Sebagaimana diketahui, Dewas KPK memproses dugaan pelanggaran etik itu hingga menaikkan prosesnya ke sidang etik. Namun, Ghufron melayangkan gugatan ke PTUN pada 24 April 2024.
Ghufron awalnya menilai kejadian itu sudah kedaluwarsa untuk dilaporkan karena telah terjadi satu tahun yang lalu. Untuk itu, dia pun menganggap kasus etiknya di Dewas seharusnya tidak berjalan, sehingga mengajukan gugatan ke PTUN.
"Dan secara hukum, kedaluwarsanya itu satu tahun, jadi kalau Maret 2022, itu mestinya expired di Maret 2023. Maka mestinya, namanya sudah expired, kasus ini nggak jalan. Nah, itu yang saya kemudian PTUN-kan," kata Ghufron, Kamis (25/4).
PTUN kemudian memberikan putusan sela pada 20 Mei 2024. Dalam putusannya saat itu PTUN memerintahkan agar Dewas KPK menghentikan sementara sidang etik Nurul Ghufron.
Empat bulan berselang, PTUN membacakan putusan atas gugatan Nurul Ghufron tersebut. PTUN menyatakan tidak menerima gugatan dari Nurul Ghufron.
"Dalam Pokok Perkara: Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima," bunyi petikan amar putusan gugatan Ghufron di PTUN seperti dilihat dalam SIPP PTUN Jakarta, Selasa (3/9).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kanan) mengikuti putusan sidang etik di gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2024). Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama enam bulan kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik atas ikut campur proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian. (Foto: Ari Saputra)
Sidang pun akhirnya digelar pada Jumat (6/9/2024). Nurul Ghufron juga hadir dalam sidang tersebut.
Dewas KPK menyatakan Nurul Ghufron melakukan pelanggaran etik. Dewas KPK pun menjatuhkan sanksi etik sedang ke Ghufron.
"Menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di kantornya, Jumat (6/9).
"Menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan," sambungnya.
Dalam persidangan, Dewas KPK menilai Nurul Ghufron tidak terbukti melanggar pasal 4 ayat 2 huruf a Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK melakukan hubungan langsung dengan pihak terkait perkara di KPK. Dewas KPK mengatakan tidak ada nama Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat Sekjen Kementan dalam dokumen pengumpulan informasi dari Deputi Inda KPK ke Pimpinan KPK terkait dugaan korupsi di Kementan pada 2021.
Dewas kemudian mempertimbangkan pelanggaran dugaan pelanggaran Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang melarang insan KPK menyalahgunakan kewenangannya. Dewas KPK menyebut Ghufron menghubungi Kasdi pada 2022 terkait masalah mutasi ASN Kementan bernama Andi Dwi Mandasari.
Dewas mengatakan permohonan mutasi Andi sebenarnya telah ditolak oleh Kementan, dalam hal ini Kasdi yang menjabat Sekjen. Andi kemudian mengajukan pengunduran diri dari Kementan.
"Saksi Kasdi Subagyono memberi keterangan tidak akan memberi mutasi pada Andi Dwi Mandasari jika tidak ada permintaan dari terperiksa," ucap Dewas KPK.
Dewas mengatakan Ghufron mengklaim menghubungi Kasdi atas alasan kemanusiaan. Namun Dewas tidak sepakat dengan alasan Ghufron.
"Setelah mutasi Andi Dwi Mandasari disetujui, terperiksa juga menghubungi saksi Kasdi Subagyono untuk mengucapkan terima kasih," ucap Dewas KPK.
Dewas KPK juga mempertimbangkan soal Ghufron tidak menerima apapun dari bantuan mutasi itu. Dewas KPK mengatakan ada-tidaknya imbalan itu tak memengaruhi penyalahgunaan pengaruh Ghufron sebagai pimpinan KPK.
"Terperiksa harusnya menyadari apa yang dilakukannya tidak terlepas dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK," ujar Dewas.
Dewas KPK menyatakan tindakan Ghufron menghubungi Kasdi adalah penyalahgunaan pengaruh. Dewas KPK juga menilai pengakuan Ghufron soal telah berdiskusi dengan Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata, tidak relevan.
"Terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi," ujar Dewas KPK.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan soal sanksi pemotongan 20% penghasilan terhadap Nurul Ghufron. Dia menyebutkan pemotongan tak hanya gaji pokok, tapi termasuk tunjangan.
"Penghasilan itu banyak, jadi bukan hanya gaji. Di sini ada penghasilan, penghasilan banyak, gaji pokok, tunjangan jabatan, ini semua namanya penghasilan. Berapa besarnya, saya sendiri nggak tahu, nanti Anda tanya sama Sekjen (KPK)," kata Tumpak.
"Sekjen yang mengetahui itu, berapa penghasilan seorang pimpinan KPK di KPK. Ini penghasilan resmi ya, bukan yang tidak resmi," tambahnya.
Sebagai informasi, Ghufron dihukum potongan penghasilan 20% per bulan selama 6 bulan. Namun masa jabatan Ghufron akan berakhir pada Desember 2024 atau tak sampai 6 bulan.
"Berapa? Aku tidak tahu jumlahnya. Dipotong 20%, nanti Sekjen yang memotong. Nah ini 6 bulan, dia mungkin tak sampai 6 bulan sudah tidak lagi (menjabat), ya sudah lah tidak ada lagi mau bilang apa," katanya.
Dewas KPK mengatakan mutasi ASN Kementerian Pertanian bernama Andi Dwi Mandasari langsung disetujui setelah Nurul Ghufron menelepon Kasdi Subagyono yang saat itu menjabat Sekjen Kementan. Dewas menyebut permohonan mutasi Andi itu awalnya sudah ditolak.
"Dalam persidangan, saksi Kasdi Subagyono menerangkan alasan memberikan persetujuan mutasi saksi Andi Dwi Mandasari meskipun sudah pernah ditolak karena saksi Kasdi Subagyono merasa segan kepada terperiksa (Ghufron)," kata anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, di kantornya, Jumat (6/9/2024).
Syamsuddin menyebutkan Kasdi merasa segan karena jabatan Ghufron sebagai pimpinan KPK. Dewas juga menyebutkan pejabat di Kementan saat itu sedang khawatir karena ada informasi KPK sedang mengusut dugaan korupsi di Kementan.
"Pada waktu itu para pejabat di Kementan sedang merasa khawatir karena ada informasi KPK sedang menangani perkara di Kementan," ucap Syamsuddin.
Dewas KPK juga telah memberikan catatan track record para calon pimpinan (capim), termasuk Ghufron, ke Panitia Seleksi (Pansel).
"Kami sudah memberikan informasi kepada Pansel tentang calon-calon yang mau jadi pimpinan KPK. Sudah kami sampaikan, kami sampaikan apa adanya," ujar Tumpak.
"Catatan etika apa adanya. Jadi waktu itu kami sampaikan memang benar ada, namun belum diputus. Karena ada penundaan, begitu. Jadi apa adanya kami sampaikan," tambahnya.
Tumpak kemudian mengatakan para anggota Pansel tentu membaca kabar soal putusan etik Ghufron.
"Apa perlu sekarang disusulkan lagi? Saya rasa nggak usahlah. Semua sudah pada tahu, tentunya dia baca juga," ucap dia.
Tumpak juga mengungkap ada kemungkinan Ghufron diberhentikan jika tidak kooperatif. Dia juga mengungkit kasus Firli Bahuri.
"Kalau ke pansel kami tidak kirimkan itu. Dan kepada pimpinan juga kami tidak kirimkan, tapi ke yang bersangkutan kita berikan. Apakah sampai kepada Presiden? Dulu Pak Firli dia kan sanksi berat, harus mengundurkan diri, oleh karena itu kita sampaikan ke Presiden, kalau ini tidak perlu," kata Tumpak.
Tumpak menjelaskan, jika eksekusi putusan sanksi sedang dengan hukuman pemotongan penghasilan 20 persen tidak dipatuhi Ghufron, pihaknya bisa melaporkan perbuatan tercela ke presiden. Sanksinya, menurut dia, bisa diberhentikan dari pimpinan KPK.
"Kalau dia tidak mau melaksanakan ini beberapa kali, kita akan panggil tidak datang, tidak datang, berarti tidak mau dieksekusi, kita kirim surat kepada Presiden itu sudah perbuatan tercela, seorang pimpinan bisa diberhentikan kalau telah melakukan perbuatan tercela," ujarnya. (dw/*)