dok. istimewa Edy Mulyadi/ PWI Kalteng menyebut Edy Mulyadi sebagai provokator, di mana perbuatannya berpotensi menimbulkan perpecahan. PWI Kalteng menegaskan wartawan adalah profesi mulia, (30/1).
Jakarta - Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Tengah (PWI Kalteng) menbuat surat terbuka untuk Edy Mulyadi. PWI Kalteng meminta Edy tak melibatkan profesi wartawan dalam masalahnya.
"Edy Mulyadi terduga pelaku ujaran kebencian jangan membawa bawa profesi wartawan saat melakukan dugaan tindak pidana," kata Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga PWI Kalteng, Sadagori Henoch Binti dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/1/2022).
"Dan permintaan pengacaranya, meminta polisi memberlakukan Undang Undang Pers dalam memproses dugaan tindak pidana yang dilakukannya sangat menghina kecerdasan orang banyak, terutama kami yang berprofesi sebagai wartawan," sambung Sadagori.
PWI Kalteng menyebut Edy Mulyadi sebagai provokator, di mana perbuatannya berpotensi menimbulkan perpecahan. PWI Kalteng menegaskan wartawan adalah profesi mulia.
"Karena saat mengeluarkan kata-kata yang melukai hati orang Dayak, Anda diduga sebagai provakator yang bisa memecah belah persatuan bangsa, bukan sebagai Wartawan yang pekerjaanya mulia," tutur Sadagori.
Sadagori kemudian menuturkan jika Edy Mulyadi mengaku berbicara dalam kapasitas sebagai wartawan, maka diduga Edy Mulyadi sedang menyebarkan berita bohong. Pasalnya dia memakai 'jubah' profesi untuk menyiarkan ujaran kebencian.
"Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 8 mengatakan 'Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum'. Jadi artinya apabila Anda yang mengaku wartawan, tetapi tidak melaksanakan profesi Anda, tetapi melakukan dugan tindak pindana ujaran kebencian, maka sudah sangat tepat polisi menggunakan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP yang mengatur terkait Penyebaran Berita Bohong," ungkap Sadagori.
Tak hanya itu, menurut Sadagori, Edy Mulyadi juga dapat dijerat Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Yang mengatur terkait penghinaan dan ujaran kebencian, Pasal 156 KUHP tentang Tindak Pidana kebencian atau Permusuhan Individu dan atau Antargolongan (SARA) untuk menjerat Anda," ucap Sadagori. (dw/*)