BMKG : Hasil pemodelan dan penelitian para peneliti ITB murni bertujuan untuk mendorong adanya penguatan sistem mitigasi bencana untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar tidak panik.
Jakarta- Hasil penelitian para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait kemungkinan adanya gempa besar disertai tsunami 20 meter di Selatan Pulau Jawa telah mendapat sorotan publik. Beberapa di antaranya mengaku khawatir dengan adanya pemberitaan ini.
Menanggapi hal itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan, bahwa hasil pemodelan dan penelitian para peneliti ITB murni bertujuan untuk mendorong adanya penguatan sistem mitigasi bencana untuk mengurangi dampak dari bencana itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat diimbau agar tidak panik.
“Hasil penelitian tersebut diperlukan untuk menguatkan sistem mitigasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami, mengingat potensi kejadian gempa bumi dan tsunami di Indonesia tidak hanya berada di pantai selatan Jawa saja, namun berpotensi terjadi di sepanjang pantai yang menghadap Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, ataupun pantai yang berdekatan dengan patahan aktif yang berada di laut,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9).
Penelitian terakhir yang dilakukan ITB bersama beberapa lembaga seperti BMKG, KPP, dan BIG, berhasil mengasumsikan tentang adanya potensi gempa besar disertai tsunami di dua segmen megathrust di selatan Jawa Bagian Barat dan Timur.
Menurut penelitian tersebut, jika terjadi gempa bumi secara bersamaan di dua segmen megathrust, maka akan terjadi tsunami dengan tinggi gelombang maksimum 20 meter di salah satu area di selatan Banten, dan mencapai pantai dalam waktu 20 menit sejak terjadinya gempa.
Mekanisme kejadian tsunami yang dimodelkan ini serupa dengan kejadian tsunami Banda Aceh tahun 2004, yang juga diakibatkan oleh gempa bumi berkekuatan 9,1 magnitudo dan tsunami mencapai pantai dalam waktu kurang lebih 20 menit. Berkaca dari pengalaman ini, kata Dwikorita, sejak tahun 2008 pemerintah Indonesia telah mengantisipasi potensi kejadian serupa di masa depan.
Sistem monitoring dan peringatan dini telah dipasang BMKG di seluruh wilayah Indonesia yang rawan terdampak gempa dan tsunami. Sistem Monitoring dan Peringatan Dini tersebut dioperasikan dengan Internet of Things (IoT) dan diperkuat oleh super computer dan Artificial Intelligent (AI), secara otomatis dapat menyebarluaskan informasi peringatan dini tsunami ke masyarakat dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah terjadi gempa, lewat sms, email, website, dan sosial media.
“Dengan penyebarluasan peringatan dini tsunami tersebut maka masih tersisa waktu kurang lebih 15 sampai dengan 17 menit untuk proses evakuasi, apabila waktu datangnya tsunami diperkirakan dalam waktu 20 menit,” kata Dwikorita.
Saat ini BMKG di seluruh provinsi rawan gempa dan tsunami tetap bersiaga 24 jam dengan memonitor dan menginformasikan kejadian gempa bumi secara real time sehingga bisa memberikan informasi dengan cepat kepada masyarakat tentang peringatan dini tsunami. BMKG juga mengimbau agar masyarakat selalu waspada dan meningkatkan mitigasi kebencanaan untuk mengurangi dampak bencana.