Menpar Arief Yahya Tunggu Actions 100 Hari
JAKARTA, MEDIA INVESTIGASI- Dalam rangka meningkatkan kinerja jajaran eselon III dan IV Menpar Arief Yahya tetap melantik pejabat di dua eselon tersebut di Balairung, Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Jakarta itu, menerapkan WIN-Way.
Corporate culture yang tengah dibangun di Kemenpar RI, dengan 3S, Solid, Speed, dan Smart. “Saya serius akan pantau dalam 100 Hari,” kata Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Acara pelantikan kali ini cukup istimewa.
Three in one, tiga jadi satu. Pertama, melantik pejabat Eselon III dan IV. Lalu melantik Badan Otoritas Toba (BOT) yang dipimpin Dirut Ari Prasetyo, satu dari 10 Bali Baru yang pertama kali bakal mengelola kawasan Danau Toba Sumatera Utara.
Ketiga, melantik Pengurus Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) periode 2016-2021, yang dipimpin Didien Djunaedi. Namun, pesan utamanya sama, menekankan kembali pentingkan menjalankan WIN-Way, Wonderful Indonesia Way.
Agar Solid, bersatu padu, kompak, maka harus menciptakan common enemy, atau musuh bersama. “Kita sudah tetapkan, common enemy kita bersama. Musuh emosionalnya, Malaysia. Musuh professional kita Thailand.
Kalahkan mereka hingga betul-betul capaian kita mengalahkan mereka. Wisman Malaysia sudah di angka 25 juta, sedang Thailand 30 juta. Devisa kita setengah dari Malaysia dan seperempat Thailand.
Seorang pemimpin tidak akan lelah sebelum targetnya tercapai,” kata dia.
S yang kedua adalah Speed. Ini adalah kelemahan yang paling mendasar PNS. Lambat, lelet, dan banyak membuat aturan main yang justru menjerat-jerat program Kemenpar sendiri. Era digital saat ini, bukan yang besar memakan yang kecil, tetapi yang cepat memakan yang lemah.
“Singapura misalnya. Pada 2015, negeri sekecil itu bisa menarik kunjungan 15,2 juta wisatawan asing, hampir tiga kali lipat dari penduduknya, dan meraup 17,7 miliar dolar AS devisa dari sector pariwisata pada 2014.
Yang cepat menyalip yang “lelet”, bukan yang besar menginjak yang kecil,” papar alumnus Institut Teknologi Bandung itu.
Seorang pemimpin juga harus memberi contoh bekerja dengan cara yang Smart. Yakni harus pintar-pintar membuat bukit-bukit kemenangan atau quick win. Memilih program 100 hari kerja itu, juga harus pintar, yang dampaknya besar, dan capaiannya tinggi.
Memprioritaskan yang prioritas. “Utamakan yang utama!” jelas Arief Yahya.
Jurus Smart Menpar itu intinya berinovasi. Persaingan tak lagi dimenangkan dengan cara business as usual. Yang dikejar, justru harus dengan cara yang tidak biasa.
“Berinovasi berarti kita menciptakan sesuatu yang sama sekali beda. Kata Prof. Chan Kim, penulis buku hebat Blue Ocean Strategy mengatakan kalau kita bisa menciptakan sesuatu yang sama sekali beda (blue ocean), maka kita bisa dengan mudah menghindari persaingan dan persaingan menjadi tidak relevan lagi.
Atau dalam ungkapan bijak SunTzu, kita bisa memenangkan peperangan tanpa peperangan,” ulas Menpar.
Mantan Dirut PT Telkom ini juga menyebut, promosi di Kemenpar kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni menggunakan konsep 3C. Pertama, Character, dengan bobot 50%. Character itu menyangkut integritas atau kejujuran.
Ini sangat penting, dan jangan bermain-main.
Kedua, Competency. Seorang pejabat harus kompeten, paham akan persoalan yang bakal dihadapi, dan tahu bagaimana harus menyelesaikannya.
Ingat pelajaran IFA –Imagine, Focus, dan Action. Imagine itu punya mimpi besar, dan bisa mewujudkan impiannya dalam kenyataan. “Maka, pemimpin yang hebat itu harus berawal dari akhir.
Mau di bawa ke mana dan dibuat apa dulu, baru ditemukan cara menuju ke sana,” jelas Arief Yahya, pria asli kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur itu.
Focus, itu kerjakan yang utama dulu. Alokasikan seluruh waktu, tenaga, perhatian, budget dan sumber daya untuk menuntaskan pekerjaan yang utama terlebih dahulu.
Action, itu impian itu jangan berhenti di mimpi atau konsep saja, tetapi harus action sampai mewujudkan menjadi nyata.
C yang ketiga, Collaboration, bisa bekerjasama dengan pihak manapun, untuk mencapai tujuan utama Kementerian ini. Yakni, menuju target 20 juta Wisman di tahun 2019.
Lalu dibreakdown setiap tahunnya, harus mencapai target di angka berapa banyak. “Di sinilah perlu Indonesia Incorporation.
Spirit bersama untuk Merah Putih, untuk Indonesia, maka harus bisa bersatu,” ucap Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
WIN-Way, atau Wonderful Indonesia Way itu sudah ditetapkan sebagai budaya kerja di Kemenpar.
Menpar menyebut WIN-Way, sama dengan yang dilakukan IBM dengan IBM-Way, GE-Way ataupun Telkom-Way, sebuah budaya kerja yang diciptakan untuk memenangkan persaingan.
“Kalau semuanya solid, speed, smart, dan bisa menjalin kerjasama yang padu dengan Academician, Business, Government, Community, dan Media, maka kemenangan itu hanya tinggal menunggu waktu”.
Sejumlah tips tadi langsung ‘membakar’ semangat GIPI. Ketua GIPI periode 2016 2021 Didien Junaedy mengaku sepakat dengan Menpar. Menurutnya, pemasaran pariwisata, pengembangan destinasi, dan percepatan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) harus dikejar dalam upaya majunya pariwisata Indonesia.
“Semuanya ini merupakan program kerja utama GIPI yang harus dicapai, serta fokus pada 10 destinasi prioritas yang ditetapkan pemerintah,” kata Didien.
Didien mengatakan, sebagai implentasi dari program tersebut GIPI akan mengarahkan anggotanya dari kalangan asosiasi pariwisata seperti PHRI dan ASITA agar turut aktif mengembangkan dan menjual 10 destinasi prioritas tersebut, baik itu pembangunan hotel maupun penjualan paket-paket tour.
“Kami juga akan menggelar famtrip ke sejumlah destinasi tersebut, yang diikuti semua unsur pentahelix anggota GIPI dengan ouput yang berbeda-beda.
Seperti jurnalis akan menulis tentang destinasi tersebut, biro perjalanan akan membuat paket tour, dan pihak perhotelan akan menawarkan ke investor,” jelas Didien.
Hadir dalam pelantikan pejabat baru itu, semua Deputi Kemenpar, Ketua Tim Pokja 10 Top Destinasi, Hiramsyah Sambudy Thaib, Ketua PHRI Haryadi Sukamdani, Ketua ASITA Asnawi Bahar, Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan, Ketua Tim Percepatan Ecotourism David Makes, Pemilik Hotel Rhadana Kuta Bali Rainier Daulay dan sejumlah pengurus industry dan asosiasi yang bergerak di sector pariwisata.
Reporter: Buyil
Editot: Rosyid (dodol)